TULEHU BRASIL – NYA INDONESIA
Sepak bola telah
menjadi salah satu olahraga rakyat yang sangat popular di indonesia bahkan di
dunia, karena sepak bola merupakan sarana yang amat penting utnuk menunjang
pembangunan bangsa baik di bidang fisik, mental maupun spritual. Sepak bola
adalat alat pemersatu bangsa. Sepak bola adalah wahana belajar tentang
kehidupan (akan nilai-nilai disiplin, fairplay dan respect) bagi semua orang.
Desa Tulehu, Maluku Tengah, Kecamatan Salahutu, Provinsi Maluku ini dikenal
Negeri gila bola. Di desa ini
lahir banyak pesepak bola berbakat yang meghiasi pentas kompetisi sepak bola
Tanah Air dan juga Timnas Indonesia. Tulehu merupakan sebuah desa yang berada
di Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah. Letaknya 25 km sebelah Timur
laut kota Ambon.
Tulehu merupakan salah satu desa
adat atau biasa disebut negeri yang terdapat di Maluku. Sebagai sebuah negeri,
Tulehu dipimpin oleh seorang Raja yang dijabat turun-temurun. Dalam memimpin Negeri
Adat, seorang Raja dibantu oleh Saniri (Badan Permusyawaratan Desa) Negeri adat
sendiri terbentuk dari gabungan Rumatau atau keluarga yang saling berdampingan
dalm suatu kampung.
Tulehu, Negeri di timur Pulau Ambon.
Di sana, setiap anak lelaki dilahirkan sebagai pemain sepakbola. Sejak usia
dini, anak-anak sudah punya kostum pemain favorit, sepatu bermerek, dan bola
standar. Mereka punya cita-cita tinggi, menjadi pemain nasional, mengikuti
jejak kakak, paman, ayah bahkan kakek. Dalam kancah sepakbola Indonesia,
bintang-bintang Tulehu bertaburan di semua level. Saat ini saja, ada lebih 50
pemain asal Tulehu di klub-klub Tanah Air. Jika seluruh pemain itu pulang
kampung, bisa didapat empat kesebelasan tangguh dari tanah rantau.
Ada Sebuah tradisi unik dilakukan
pesepak bola asal Tulehu di Hari Raya Idul Fitri. Mereka ramai-ramai mudik ke
kampung halamannya untuk tampil di Lapangan Kebanggaan Mereka “Lapangan
Matawaru”. Para pemain bola yang merantau di daerah lain akan mudik ke Tulehu.
Tetapi bukan hanya untuk bersilaturahmi dengan sanak saudara, melainkan juga
untuk mengikuti turnamen sepakbola. Turnamen yang diadakan tiap Lebaran ini
tentu saja menyedot perhatian penduduk desa Tulehu. Selain karena yang
bertanding adalah para pemain nasional bahkan tim nasional, juga karena mereka
masih punya hubungan kekerabatan dengan para pemain tersebut.
Tradisi ini sudah
berjalan bertahun-tahun, turun-temurun lintas generasi pemain. Di Lebaran 2015
turnamen sepak bola Tulehu terasa berwarna dengan kehadiran sejumlah Pesepak
Bola.
Atas (dari kiri ke kanan) : Rizky Sanjaya Pellu,
Jajang Mulyana (Mitra Kukar), Ahmad Lestaluhu, Hasim Kipuw, Rizal
Lestaluhu, Jufri Saimima.
Bawah
(dari Kiri ke kanan) : Ricky Ohorella, Hendra Bayauw,Vennard Hutabarat
(mantan kapten Timnas Futsal Indonesia),Alwi Slamet,Saiful Lewenusa.
Kehadiran
bintang-bintang top mengundang antusiasme warga, lapangan selalu penuh
dibanjiri penonton. Ikatan
kekeluargaan di kampung kami amat erat. Masyarakat yang haus hiburan
berduyun-duyun memadati area lapangan tempat para pemain beraksi. Ada rasa
bangga melihat putra-putra kampung halaman yang sudah sukses meretas karier
profesional beraksi di hadapan mereka, ujar Imran Nahumarury, mantan bintang Persija Jakarta yang gantung
sepatu kini aktif melatih SSB ASIOP Jakarta
Bukan
besaran hadiah yang diburu para pesepak bola top. Momen bertanding dipakai
untuk bersilaturahmi sesama putra daerah perantauan. "Bakat saya ditempa
di lapangan kelas kampung Tulehu bersama teman-teman lainnya. Momen-momen penuh
kenangan kami lalui di sini. Saat sukses saya tidak mau melupakan akar
sejarah," ujar Ramdani Lestaluhu.
Meski hanya
ekshibisi, para pemain mempertontonkan kemampuan terbaiknya . Baik yang tua
maupun yang muda. Bagi para pemain itu, bertanding pada hari Lebaran sudah
menjadi semacam tradisi. ”Ini adalah
wujud penghormatan saya pada kampung halaman tempat saya tumbuh dan dibesarkan.
Kalau pulang kampung tapi tidak main, malah rasanya tidak lengkap, Ia menambahkan, pertandingan tersebut
menjadi momen yang langka. Sebab, itu adalah waktu kala mereka bisa berkumpul
dan bermain bersama. Saat itu mereka juga bisa berbagi teknik dan informasi
soal sepak bola antar sesama pemain asal Tulehu di perantauan.
Turnamen ini juga dijadikan ajang membagi ilmu kepada para junior mereka yang
masih di kampung halaman.
Tulehu
dikenal sebagai desa sepak bola. Desa yang terletak 25 kilometer sebelah utara
Kota Ambon, ibu kota Provinsi Maluku, itu kerap dijuluki Brasil-nya Indonesia.
Pasalnya dari desa di Kecamatan Salahutu tersebut, muncul banyak pemain tenar. Bakat-bakat baru tak pernah kering. Bisa
dibilang sepak bola adalah kultur yang tidak bisa dipisahkan dari penduduk desa
tersebut. Merunut pada akar sejarah,
warga Tulehu mengenal sepak bola sejak 1940-an, kala para pelaut desa itu yang
pernah merantau ke Singapura dan Amerika Serikat (AS) pulang kembali ke tanah
kelahiran mereka.
Berikut Tim-tim Asal Tulehu yang sudah melahirkan pemain – pemain
tangguh yang berlagak di kanca nasional bahkan Internasional tersebut
antara lain: Tulehu All-Star, Tulehu Putra, Akademi Tulehu Putra, Maehanu Tulehu, Persenal Tulehu, dan Nusaina FC. Negeri
berpenduduk lebih 30 ribu jiwa itu, Ratusan pemain pemula bernaung di sini.
Mereka diasuh para mantan pemain yang dulu merantau dan kini pulang kampung.
Pada hari
rabu, 18 Februari 2015 Ketua Umum PSSI pada saat itu, Djohar Arifin Husin
meresmikan Tulehu sebagai “Kampung
Sepakbola”. Peresmian
dilakukan dengan penarikan tirai yang menutupi tugu selamat datang desa dan Penandatangani Prasasti. Tugu
yang dibagian atasnya dimahkotai Bola, dan dibawahnya dituliskan kalimat,
"Selamat Datang di Kampung Sepak Bola Tulehu". Tugu ini berdekatan dengan Tugu Peluru yang di
bangun untuk mengenang Alm. Brigjen TNI Anumerta Slamet Riyadi. Acara
tersebut ikut disaksikan oleh para orangtua pemain bola asal Tulehu yang
berkiprah di Liga Indonesia
Bukan
tanpa alasan Tulehu diberi predikat sebagai Kampung Sepak Bola. Beberapa nama
besar telah lahir dari desa yang berpenduduk mayoritas muslim ini. Sebut saja
Imran Nahumarury yang sekarang menjadi expert di ESPN FC Indonesia,
Tugu
Kampung Sepak Bola di Negeri Tulehu yang diresmikan oleh Prof.DR. Ir. Djohar
Arifin Husin Ketua Umum Asosiasi PSSI .
Bakat-bakat yang ada di Tulehu
bukanlah diwarisi melalui gen, melainkan lewat tradisi dan hasrat yang
besar akan permainan paling populer di jagat ini. Anak-anak kecil di Tulehu
saat bayi sudah sering di gendong orangtuanya untuk menonton sepakbola di
pinggir lapangan. Bahkan pada saat upacara aqiqahan anak laki-laki di Tulehu,
warga harus melengkapinya dengan rumput dari lapangan Matawaru. Tidak
mengherankan bila perlengkapan bermain bola seperti sepatu bola dan bola itu
sendiri menjadi benda wajib yang harus ada di tiap rumah.
Ini proses
bayi Laki-laki saat akikah di negeri Tulehu yang disertai dengan Rumput
Lapangan Matawaru
Lapangan
Matawaru ialah satu dari tiga lapangan sepakbola yang terdapat di Tulehu. Di
lapangan Matawaru ini, tiap pagi dan sore selalu ramai dengan orang-orang yang
bermain bola, baik muda maupun tua. Dua lapangan lain yang ada di desa ini
ialah lapangan Darusalam dan Lapangan Hurnala.
Tulehu dikenal
sebagai Desa Sepak Bola atau “Kampung Sepak Bola”. Desa yang terletak sebelah
utara kota ambon ibukota Provinsi Maluku, itu kerap dijuluki Brasil – nya
Indonesia. Pasalnya dari desa ini di kecamatan salahutu tersebut, muncul banyak
pemain – pemain nasional, bakat – bakat baru tak pernah kering. Bisa dibilang
sepak bola adalah kultur yang tidak bisa dipisahkan dengan penduduk tulehu.
Tulehu
amat identik dengan sepakbola. Penduduknya adalah stakeholder paling fanatik.
Fanatisme dan kultur sepakbola tercermin dalam hidup hari-hari. Bila malam di
laut, kaum bapak memancing sambil membicarakan sepakbola. Di pasar, ibu-ibu
menjual ikan sambil berkisah tentang anaknya yang masuk tim inti sebuah klub di
tanah Jawa. Di kantor-kantor, kampus, sekolah, para PNS, guru, dosen dan
pelajar juga omong sepakbola. Gadis-gadis Tulehu tak ketinggalan terlibat
obrolan hangat tentang kekasihnya pemain handal di lapangan hijau.
Lapangan
Matawaru di dekat pantai Tulehu, tak pernah sepi. Bola selalu disepak, pagi
maupun petang. Anak-anak dan para muda selalu melakoni 'ritual' sepakbola
seperti sebuah ibadah. Kostum warna-warni mewakili seluruh simbol sepakbola
nasional dan mancanegara, dipamerkan secara tak sengaja di sini.
Penjabat
Kepala Pemerintah Negeri Tulehu Ali Baba Tawainella bersama dengan Djohar
Arifin Husin selaku Ketua Umum Asosiasi PSSI disambut oleh tarian khas Negeri
Tulehu “Tarian Sahumena”
Djohar Arifin di
dampingi Direktur Teknik PSSI Pieter Huistra asal Belanda, Budi Setiawan
(Direktur Member Development), Sofyan Lestaluhu (Komite Adhoc), Yopi Riuh
(Football Development) memantau pemain – pemain usia muda potensial. Kunjungan
ke Provinsi Maluku pada tanggal 18 February 2015, Djohar secara khusus datang
untuk memberikan Apresiasi terhadap masyarakat Tulehu yang sangat mencintai
Sepak Bola. Tokoh masyarakat adat dan pemerintah meminta Djohar umtuk
meresmikan desa tulehu menjadi yang kampung sepak bola di tandai peresmian tugu
dan menandatangani Prasasti seperti biasanya jika ke daerah. Djohar
menyempatkan waktu untuk bertemu dengan orang tua pemain Timnas untuk
menyampaikan terima kasih dan memberikan penghargaan. Djohar mengakui, Tulehu
telah memberikan kontribusi besar bagi kemajuan dunia sepak bola indonesia
sejak dahulu dari tahun ke tahun, banyak pemain asal Tulehu yang membela Timnas
Garuda dan merumput di tim-tim ternama di indonesia. Mereka juga bermain
mengharumkan nama indonesia di ajang internasional. Sepak bola indonesia tidak
terlepas dari kontribusi para pemain – pemain asal Negeri Tulehu Negeri Berkah.
Djohar
Arifin Husin (Ketua Umum Asosiasi PSSI) Di dampingi Ali Baba Tawainella.SE (Penjabat
Pemerintah Negeri Tulehu) dan Muhammad Umarella,SE.M.AP (Ketua Saniri Negeri
Tulehu) saat menandatangani Prsasati Tugu “Kampung Sepak Bola”
Di film “Cahaya
Dari Timur” tergambar jelas kalau sepak bola di tulehu menjadi ajang yang menyatukan
warga maluku yang pernah terbelah karena konflik SARA Bisa dibilang Tulehu mulai dikenal luas saat
kisah tentang desa ini di angkat ke layar lebar oleh Sutradara Angga Dwimas
Sasongko dan Glenn Fredly yang tergabung sebagai co-producer. Ide ceritanya
sendiri didapat saat sang sutradara datang ke Maluku dan minta di antar oleh
tukang ojek. Bukan suatu kebetulan bila tukang ojek tersebut adalah Sani
Tawainella, tokoh yang cerita hidupnya dijadikan cerita utama film ini. Sani
Tawainella merupakan mantan pemain bola yang pernah memperkuat timnas Indonesia
U-15 pada piala pelajar Asia tahun 1996 di Brunei Darussalam. Namun ia gagal
menjadi pemain profesional setelah sebelumnya gagal dalam seleksi PSSI Baretti.
Sani akhirnya memutuskan pulang ke Maluku dan menjadi tukang ojek.
Pada
1999 pecah kerusuhan di Ambon. Kerusuhan yang berbau sentimen agama ini juga
mencapai Tulehu. Untuk mencegah anak-anak terlibat kerusuhan, Sani mengajak
mereka berlatih sepakbola di lapangan Matawaru. Sani tidak ingin anak-anak
memiliki kenangan konflik dalam benak mereka. Awalnya apa yang dilakukan Sani
ini mendapat cibiran dari masyarakat karena dianggap tidak berguna.
Generasi
Emas asal Tim Akademi Tulehu Putra (SSB Tulehu Putra)
Dengan
masuknya Sani ke tim Passo, dua anak didik Sani di Tulehu Putra membelot ke tim
ini yaitu, Alfin Tuasalamony dan Salim Ohorella. Di final turnamen John Mailoa
Cup, Tulehu Putra bertemu SMK Passo. Pertandingan tersebut akhirnya dimenangkan
SSB Tulehu Putra dengan skor 1-0 dan keluar sebagai juara.
Para
Pemain Film “Cahaya Dari Timur, Beta Maluku”
Pada
turnamen yang digelar di Jakarta itu akhirnya tim dari Maluku keluar sebagai
juara seusai mengalahkan tim Jakarta lewat babak adu pinalti. Para pemain yang bertanding
untuk tim Maluku saat itu di antaranya berasal dari SSB Tulehu Putra : M. Kasim
Tuasalamony (Penjaga Gawang), Alfin
Tuasalamony, Zamhari Lestaluhu, Risky Pellu, Salim Ohorella, Saiful Bahri
Ohorella, Hendra Bayauw, Akbar Marasabessy,Sedek Sanaky, dan berasal dari SMK
Passo : Fanky Fasamba dan Finky Fasamba.
Film
yang berjudul Cahaya Dari Timur Beta Maluku ini cukup sukses. Meski hanya
ditonton sekitar 250 ribu orang di bisokop, namun film ini berhasil meraih
penghargaan Piala Citra untuk kategori Pemeran Utama Pria Terbaik dan Film Terbaik
pada penghargaan FFI 2014.
Selain
Cahaya Dari Timur: Beta Maluku, kisah tentang Tulehu jug pernah diangkat ke
dalam sebuah novel yang berjudul Jalan Lain Ke Tulehu karya Zen RS. Zen RS
sendiri dikenal sebagai penulis dan pemerhati sepakbola.
Ketua PSSI Maluku Dirk Soplanit
menyatakan, Tulehu adalah penyelamat Maluku dalam keadaan darurat. Bila
pemberitahuan jadwal kompetisi sepakbola nasional terlambat diterima, Pengda
PSSI tak punya waktu menyeleksi pemain. Waktu yang mepet dan dana yang terbatas
membuat pengda selalu mengambil kebijakan “penunjukan langsung”. Sebab Tulehu
selalu siap, baik pemain junior maupun senior.
Buku “Jalan Lain Ke Tulehu” Karya
Zen RS.
Ketenaran dan potensi sepakbola
Tulehu, baru dilirik investor besar tahun ini. Perusahaan perkebunan kelapa
sawit PT Nusa Ina Group di Seram Utara, membentuk klub semi profesional. Klub
bernama Nusa Ina Football Club. Mereka dilatih para bekas pemain yang pernah
berjaya di Tanah Jawa seperti Lutfy Lestaluhu, Abdul Ghafar Lestaluhu, Rivai
Lestaluhu.
Sepakbola
memang sudah mendarah daging di Tulehu. Ia bahkan menjadi semacam “sebuah
tradisi”. Jika para pemain Tulehu sedang berjuang di tengah lapangan, tidak
kalah serunya suasana di tribun. Di sana ada ayah, ibu, kakak, adik, kakek,
nenek, atau istri dan anak duduk di bangku penonton. Sorak-sorai orang-orang
tercinta turut memacu adrenalin pemain di lapangan.